Selasa, 16 Maret 2010

. Selasa, 16 Maret 2010 .

ASPEK HUKUM REKAM MEDIS DI INDONESIA

oleh: dr. Monte Selvanus LK


LATAR BELAKANG

Kebutuhan pelayanan kesehatan tidak lagi hanya sekedar untuk memperoleh pengobatan dan perawatan tetapi juga membutuhkan pelayanan kesehatan dalam upaya pemeliharaan dan pencegahan agar tidak cepat sakit. Dengan demikian rumah sakit mempunyai kesempatan untuk mengembangkan pelayanannya yang bukan hanya pelayanan pengobatan dan rehabilitasi tetapi juga pelayanan pencegahan serta peningkatan kesehatan.

Adanya perubahan tersebut maka tantangan ke depan rumah sakit semakin berat, seperti; tuntutan masyarakat akan pelayanan yang cepat, tepat dan canggih yang diberikan dengan kenyamanan, meningkatnya tuntutan hukum dari keluarga pasien apabila terjadi dugaan malpraktik sebagai akibat semakin tingginya kesadaran hukum masyarakat, meningkatnya persaingan dengan banyak bermunculan rumah sakit – rumah sakit swasta dengan menyediakan fasilitas peralatan yang lengkap dengan pelayanan yang memberikan kemudahan dalam pelayanan kepada pasien.

Menghadapi semua tantangan di atas, rumah sakit mau tidak mau harus menata diri sehingga memiliki kemampuan kompetititf. Penataan ini juga harus ditunjang dengan fasilitas dan peralatan yang memadai sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sumber daya manusia yang berkualitas sehingga mampu mengelola secara efektif dan efisien serta mampu memberikan pelayanan yang professional dan memuaskan.

Salah satu upaya untuk menghadapai tantangan tersebut dengan peningkatan kualitas pelayanan rumah sakit.

Perbaikan-perbaikan yang mengarah kepada peningkatan kualitas pelayanan rumah sakit telah dilakukan baik oleh rumah sakit sendiri maupun oleh Departemen Kesehatan RI, misalnya dengan menambah sarana, tenaga, fasilitas, meningkatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan karyawan, memperbaiki sistem manajemen rumah sakit dan melakukan akreditasi rumah sakit, serta dengan mengadakan pelayanan rekam medis, seperti yang tertuang dalam Permenkes No. 749a/1989 tentang rekam medis dalam pertimbangannya menyebutkan “bahwa peningkatan mutu pelayanan kesehatan harus disertai adanya sarana penunjang yang memadai antara lain memulai penyelenggaraan rekam medis pada setiap sarana pelayanan kesehatan”.

Dalam Permenkes no.269/2008 dan UU no.29/2004, disebutkan bahwa rekam medis adalah berkas berisi catatan dan dokumen tentang pasien yang berisi identitas, pemeriksaan, pengobatan, tindakan medis lain pada sarana pelayanan kesehatan untuk rawat jalan, rawat inap baik dikelola pemerintah maupun swasta. Setiap sarana kesehatan wajib membuat rekam medis, dibuat oleh dokter dan atau tenaga kesehatan lain yang terkait, harus dibuat segera dan dilengkapi setelah pasien menerima pelayanan, dan harus dibubuhi tandatangan yang memberikan pelayanan.

Rekam medis digunakan sebagai pedoman atau perlindungan hukum yang mengikat karena di dalamnya terdapat segala catatan tentang tindakan, pelayanan, terapi, waktu terapi, tanda tangan dokter yang merawat, tanda tangan pasien yang bersangkutan, dan lain-lain. Dengan kata lain, rekam medis dapat memberikan gambaran tentang standar mutu pelayanan yang dibarikan oleh fasilitas pelayanan kesehatan maupun oleh tenaga kasehatan yang berwenang. Berkas rekam medis juga menyediakan data untuk membantu melindungi kepentingan hukum pasien, dokter dan penyedia fasilitas pelayanan kesehatan. Catatan ini juga menyediakan data yang dapat melindungi kepentingan hukum pasien dalam kasus-kasus kompensasi pekerja, kecelakaan pribadi atau malpraktek.

Berkas rekam medis ini harus dilengkapi segera setelah pasien meninggalkan tempat praktek tenaga medis (dokter) atau rumah sakit yang menanganinya. Sengaja tidak membuat rekam medis diancam dengan hukuman penjara maksimal 1 tahun atau denda 50 juta. Namun pada kenyataannya, banyak Rumah Sakit di Indonesia yang masih belum mengindahkan ketentuan regulasi tentang rekam medis. Akibatnya, terjadi penumpukan berkas rekam medis yang tidak terisi secara lengkap.


TUJUAN PENULISAN

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui tentang rekam medis seperti apa yang diakui sebagai salah satu aspek hukum dan bentuk rekam medis yang dapat dijadikan sebagai alat bukti.


PERUMUSAN MASALAH

1. Rekam Medis seperti apa yang diakui sebagai salah satu aspek hukum?

2. Apakah asal ada bentuk rekam medis sudah pasti dapat dipakai sebagai bahan bukti?


TINJAUAN PUSTAKA

Rekam medis adalah berkas berisi catatan dan dokumen tentang pasien yang berisi identitas, pemeriksaan, pengobatan, tindakan medis lain pada sarana pelayanan kesehatan untuk rawat jalan, rawat inap baik dikelola pemerintah maupun swasta.
Setiap sarana kesehatan wajib membuat rekam medis, dibuat oleh dokter dan atau tenaga kesehatan lain yang terkait, harus dibuat segera dan dilengkapi setelah pasien menerima pelayanan, & harus dibubuhi tandatangan yang memberikan pelayanan

Adapun tata cara penyelenggaraan rekam medis yang termaktub dalam Permenkes no.269/2008 dan UU no.29/2004 adalah sebagai berikut:

1. Pembetulan kesalahan dilakukan pada tulisan yang salah, diberi paraf oleh petugas yang bersangkutan.

2. Menghapus tulisan dengan cara apa pun juga tidak diperbolehkan

3. Penyimpanan lima tahun sejak pasien terakhir berobat, setelah lima tahun dapat dimusnahkan, sesuai tata cara pemusnahan ditetapkan oleh dirjen dan tata cara pemusnahan arsip yang baku.

4. Dapat dilakukan penyimpanan khusus dan ditempatkan tersendiri

5. Rekam medis disimpan oleh petugas khusus yang ditunjuk oleh pempinan sarana kesehatan

6. Berkas rekam medis milik sarana kesehatan

7. Isi rekam medis milik pasien

8. Wajib dijaga kerahasiaannya

9. Pemaparan isi rekam medis hanya boleh dilakukan dengan izin tertulis dari pasien

10. Pimpinan sarana kesehatan bertanggungjawab atas kerusakan, kehilangan, pemalsuan, dan penyalahgunaan oleh orang/badan yang tidak berhak

Rekam medis dapat diartikan sebagai catatan dan dokumen mengenai identitas pasien, hasil pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lainnya yang diterima pasien pada sarana kesehatan, baik rawat jalan, rawat inap maupun di UGD. Rekam medis sebagai bahan pembuktian dalam perkara hukum, bisa digunakan baik yang berkaitan dengan perkara pidana maupun perdata. Khusus untuk dalam perkara pidana pembuktian tentang terjadinya pidana, dapat diberikan pada proses pemeriksaan penyidikan sampai di tingkat persidangan.

Pemaparan isi rekam medis untuk pembuktian perkara hukum, dapat dilakukan oleh dokter yang merawat baik dengan izin tertulis maupun tanpa izin dari pasien, karena ini berkaitan dengan perkara hukum maka pemaparan dapat dilakukan tanpa izin pasien, untuk yang tanpa izin harus memenuhi syarat dulu seperti dijelaskan Permenkes No. 269 tahun 2008 pasal 11 ayat (2) menyatakan, ”Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dapat memaparkan isi Rekam Medis, tanpa izin pasien berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Dasar hukum rekam medis di Indonesia.

1. Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran.

2. Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1996 tentang Tenga Kesehatan

3. Keputusan Menteri Kesehatan No. 034/Birhub/1972 tentang Perencanaan dan Pemeliharaan Rumah Sakit di mana Rumah Sakit diwajibkan:

a. Mempunyai dan merawat statistik yang up to date.

b. Membina rekam medis yang berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan.

4. Peraturan Menteri Kesehatan No. 749a/Menkes/Per/XII/89 tentang Rekam Medis

Rekam Medis yang digunakan sebagai alat bukti (tanpa meminta keterangan dokter pembuatan rekam medis di depan persidangan) dapat dikategorikan sebagai alat bukti surat, karena sesuai dengan kriteria alat bukti surat pada KUHP pasal 187 huruf a, yaitu ”berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang ketarangan itu”

Sedangkan dokter pembuat yang mengisi rekam medis yang diminta untuk memberi keterangan di persidangan oleh hakim, berdasarkan pasal 186 KUHP dikategorikan sebagai alat bukti keterangan ahli.

Pada kenyataannya tidak semua rekam medis dapat dijadikan bahan bukti dipengadilan, tetapi harus memenuhi syarat. Menurut Guwandi, rekam medis tidak dapat dipakai sebagai alat pertanggungjawaban atau bahan bukti di depan pengadilan, apabila :

1. Terdapatnya penghapusan, penambahan, pencoretan yang menutupi tulisan sehingga tidak dapat dibaca lagi

2. Diketahui telah dilakukan penggantian lembaran Rekam Medis.

3. Telah dilakukan perubahan-perubahan pada catatan atau angka-angka

4. Tidak dicatat apa yang telah dilakukan.

Rekam medis dapat membantu melindungi minat hukum (legal interest) pasien, rumah sakit, dan dokter serta staff rumah sakit bila ketiga belah pihak melengkapi kewajibannya masing-masing terhadap berkas rekam medis. Untuk itu perlu dikelola agar rekam medis dapat memenuhi syarat bukan hanya sebagai bahan bukti dalam perkara hukum tetapi semua manfaat pada rekam medis dapat digunakan. Rekam medis yang baik atau bermutu adalah rekam medis yang :

1. Akurat, menggambarkan proses dan hasil akhir pelayanan yang diukur secara benar

2. Lengkap, mencakup seluruh kekhususan pasien dan sistem yang dibutuhkan dalam analisis hasil ukuran

3. Terpercaya, dapat digunakan dalam berbagai kepentingan

4. Valid atau sah sesuai dengan gambaran proses atau produk hasil akhir yang diukur

5. Tepat waktu, dikaitkan dengan episode pelayanan yang terjadi

6. Dapat digunakan untuk kajian, analis, dan pengambilan keputusan

7. Seragam, batasan sebutan tentang elemen data yang dibakukan dan konsisten penggunaaannya di dalam maupun di luar organisasi

8. Dapat dibandingkan dengan standar yang disepakati diterapkan

9. Terjamin kerahasiaannya

10. Mudah diperoleh melalui sistem komunikasi antar yang berwenang.

Untuk menghasilkan rekam medis yang berkualitas serta berkaitan dengan sebagai bahan bukti dalam perkara hukum, maka ada menurut Guwandi, ada beberapa kewajiban pokok yang menyangkut isi rekam medis berkaitan dengan aspek hukum adalah:

1. Segala gejala atau peristiwa yang ditemukan harus dicatat secara akurat dan langsung

2. Setiap tindakan yang dilakukan tetapi tidak ditulis, secara yuridis dianggap tidak dilakukan

3. Rekam medis harus berisikan fakta dan penilaian klinis

4. Setiap tindakan yang dilakukan terhadap pasien harus dicatat dan dibubuhi paraf

5. Jangan menulis tulisan yang bersifat menuduh atau mengkritik teman sejawat atau tenaga kesehatan yang lainnya.

6. Tulisan harus jelas dan dapat dibaca (juga oleh orang lain)

Kesalahan yang dibuat oleh tenaga kesehatan lain karena salah baca dapat berakibat fatal. Tulisan yang tidak bisa dibaca, dapat menjadi bumerang bagi si penulis, apabila rekam medis ini sampai ke pangadilan.

7. Jika salah menulis, coretlah dengan satu garis dan diparaf, sehingga yang dicoret masih bisa dibaca.

8. Jangan melakukan penghapusan, menutup dengan tip-ex atau mencoret-coret sehingga tidak bisa dibaca ulang.

9. Jangan merubah catatan rekam medis dengan cara apapun karena bisa dikenai pasal penipuan.

Rekam medis terdiri dari dua bagian, yaitu identitas dan pemeriksaan klinik. Pemeriksaan klinik mengisahkan secara kronologis kegiatan pelayanan medis yang diterima pasien selama berada di rumah sakit. Rekam medis akan berguna nilainya bagi unsur administratif, hukum, keuangan, riset, edukasi, dan pendokumentasian, apabila memenuhi unsur akreditasi, yaitu rekam medis memiliki:

1. Identitas dan formulir persetujuan-persetujuan,

2. Riwayat penyakit pasien secara lengkap,

3. Laporan pemeriksaan fisik

4. Instruksi diagnostik dan teraupetik dengan tanda tangan dan nama terang tenaga kesehatan yang berwenang. Intruksi per telepon dapat diterima oleh perawat dan dicatat tetapi dalam waktu 24 jam instruksi tersebut harus segera ditandatangani oleh dokter yang bertanggungjawab.

Seorang penyelenggara medis (rumah sakit, balai kesehatan dan dokter) wajib membuat Rekam Medis dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Sengaja tidak membuat rekam medis diancam dengan hukuman penjara maksimal 1 tahun atau denda 50 juta

2. Harus segera dilengkapi segera setelah selesai tindakan medis

3. Dibubuhan nama, waktu dan ditandatangani

4. Wajib dijaga kerahasiaannya oleh dokter dan sarana kesehatan

Pada pelaksanaan di lapangan, pasien berhak mendapatkan copy rekam medis
dan dijaga kerahasiaannya, bahkan sampai pasien meninggal dunia. Jika pasien meninggal dunia, maka keluarga tidak berhak untuk meminta rekam medis. Untuk kepentingan penelitian, dapat diberikan, namun tanpa identitas

Apabila sudah menjadi perkara baru dapat diberikan kepada penegak hukum dan dasar dari pengaduan dan gugatan pasien hanya melalui rekam medis. Rekam medis lengkap dan tidak lengkap ukurannya adalah apabila semua yang ditentukan telah dilakukan. Apabila berkas rekam medis hilang, maka yang bertanggungjawab adalah petugas yang menjaga arsip rekam medis, sanksinya cukup berat, dapat dikatagorikan menghilangkan barang bukti

Penghapusan rekam medis, dapat dikategorikan sebagai pemalsuan, jadi kalau salah tulis hanya dapat dibetulkan pada saat itu, dengan cara mencoret yang salah dan dibubuhkan paraf. Sekali ditulis tidak dapat diperbaiki kemudian

ANALISIS

Rekam Medis dapat digunakan sebagai salah satu aspek hukum yaitu dapat digunakan sebagai alat bukti (tanpa meminta keterangan dokter pembuatan rekam medis di depan persidangan) dan dikategorikan sebagai alat bukti surat, karena sesuai dengan kriteria alat bukti surat pada KUHP pasal 187 huruf a.

Rekam medis yang tidak dapat dipakai sebagai alat pertanggungjawaban atau bahan bukti di depan pengadilan, adalah rekam medis yang:

1. Terdapat penghapusan, penambahan, pencoretan yang menutupi tulisan sehingga tidak dapat dibaca lagi

2. Diketahui telah dilakukan penggantian lembaran Rekam Medis.

3. Telah dilakukan perubahan-perubahan pada catatan atau angka-angka

4. Tidak dicatat apa yang telah dilakukan.

KESIMPULAN

1. Rekam Medis yang diakui sebagai salah satu aspek hukum adalah rekam medis yang berisikan fakta, penilaian klinis dan tindakan yang dilakukan terhadap pasien serta harus dicatat dan dibubuhi paraf. Rekam medis dapat digunakan sebagai alat bukti dalam persidangan (tanpa meminta keterangan dokter pembuatan rekam medis di depan persidangan) dan dikategorikan sebagai alat bukti surat, karena sesuai dengan kriteria alat bukti surat pada KUHP pasal 187 huruf a.

2. Tidak semua bentuk rekam medis sudah pasti dapat dipakai sebagai bahan bukti di persidangan, rekam medis yang tidak dapat dipakai sebagai alat pertanggungjawaban atau bahan bukti di depan pengadilan, adalah rekam medis yang terdapat penghapusan, penambahan, pencoretan yang menutupi tulisan sehingga tidak dapat dibaca lagi, diketahui telah dilakukan penggantian lembaran rekam medis, telah dilakukan perubahan-perubahan pada catatan atau angka-angka dan tidak dicatat apa yang telah dilakukan.


DAFTAR PUSTAKA

Ainy, Asmaripa. 2009, Rekam Medik dan Sistem Pelaporan Rumah Sakit, FKM Unsri

Billy, N. 2008, Aspek Hukum Rekam Medik di Indonesia, http:// Hukum-Kesehatan.web.id

Dirjen Yanmed Depkes RI. 1997, Pedoman Pengelolaan Rekam Medis Rumah Sakit Di Indonesia Revisi I. Depkes, Jakarta

Guwandi, J, Aspek Legal Rekam Medis (sebagai alat pertanggung jawaban di depan hukum/pengadilan), RS Pluit.

http://hukumkes.wordpress.com/2008/03/06/rekam-medis-menurut-permenkes-no749a1989-uu-no292004/

http://www.yoyoke.web.ugm.ac.id

Konsil Kedokteran Indonesia. 2006, Manual Rekam Medis, editor Sjamsuhidajat; Sabir Alwy, Indonesian Medical Council, Jakarta

Ohoiwutun, Y.A. Triana. 2006, Profesi Dokter dan Visum Et Repertum (Penegakan Hukum dan Permasalahannya), Dioma, Malang

Samil, Ratna Suprapti. 1994, Etika Kedokteran Indonesia, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

----------------------------- 2009, Aspek Hukum Rekam Medis dan Informed Consent, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

Assalamu'alaikum, silakan tinggalkan pesan Anda untuk kami:

 
pkugombong.tk is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com